Sebuah laporan yang dirilis Save the Children, menunjukkan tiap tujuh detik terjadi pernikahan anak-anak gadis yang masih berusia di bawah lima belas tahun.
Hassan, ayah Omar tidak keberatan ketika sang anak ingin melangsungkan pernikahan, meskipun usianya masih anak-anak.
Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartika menyampaikan pentingnya meningkatkan usia perkawinan anak dengan beberapa pertimbangan.
Pernikahan anak di Bondowoso, Probolinggo, dan Sampang dipicu karena tradisi.
Angka perkawinan anak di Jawa Timur tergolong tinggi dengan rata-rata 27,8 persen berdasarkan analisis data perkawanian anak Badan Pusat Statistik.
Pendidikan serta wawasan yang luas akan membuat anak-anak terhindar dari perkawinan dini.
Jika benar izin tersebut diberikan hanya karena sang anak takut tidur sendiri, maka alasan itu seolah menggampangkan persoalan yang serius.
Pernikahan itu pun memicu kontroversi, dan mengundang para aktivis hak asasi manusia menyerukan reformasi untuk mengakhiri perkawinan anak di bawah umur.
Hingga saat ini KPPPA masih terus konsisten mensosialisasikan bagaimana mengakhiri kekekerasan dan pernikahan anak.
Sekitar 50 persen perempuan Nepal berusia 25-49 tahun menikah ketika berulang tahun ke-18, menurut Survei Kesehatan Demografis 2016.